Binjai – Isu Radioaktif Dunia perikanan Indonesia diguncang isu serius yang datang tak terduga: tudingan adanya zat radioaktif dalam ekspor udang Indonesia.
Isu ini pertama kali mencuat setelah laporan dari otoritas karantina pangan di salah satu negara tujuan ekspor menolak masuknya produk udang RI.
Mereka mengklaim mendeteksi jejak radioaktif dalam komoditas tersebut, meskipun belum ada kejelasan mengenai kadar atau sumber pastinya.
Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) langsung membantah dan menyebut tudingan itu tidak berdasar secara ilmiah.
Namun, dampaknya sudah telanjur terasa—terutama di level bawah, yakni para petambak udang lokal yang kini ikut menderita.

Baca Juga : Anutin Charnvirakul Resmi Dilantik Jadi PM Thailand
Di beberapa daerah sentra tambak seperti Lampung, Banten, dan Sulawesi Selatan, harga udang anjlok drastis dalam waktu singkat.
Dulu kami jual bisa Rp90.000 per kilo, sekarang jatuh jadi Rp50.000. Itu pun belum tentu laku,” kata Junaedi, petambak asal Lampung Timur.
Junaedi tidak sendiri. Ribuan petambak lain mengalami hal serupa: hasil panen melimpah, tapi pasar lumpuh karena isu yang belum jelas kebenarannya.
Pemerintah memang telah melakukan klarifikasi, namun kerusakan citra komoditas sudah lebih dulu terjadi di mata pembeli internasional.
Di media sosial, beredar potongan video dan narasi yang menyudutkan kualitas produk udang Indonesia tanpa sumber yang jelas.
Akibatnya, permintaan ekspor dari beberapa negara sempat tertahan, dan proses ekspor berjalan sangat lambat.
Ironisnya, sebagian besar petambak lokal justru tidak tahu-menahu soal isu radioaktif tersebut.
Mereka hanya tahu bahwa harga anjlok, pembeli hilang, dan hasil panen mereka kini membusuk di gudang pendingin.
Tapi tetap kena imbas,” ujar Marlina, petambak udang wanita dari Maros, Sulsel.
Beberapa asosiasi perikanan menyebut bahwa isu ini bisa jadi bagian dari perang dagang terselubung.
Mereka menduga, ada pihak yang ingin menjatuhkan posisi Indonesia sebagai salah satu eksportir udang terbesar di dunia.
Indonesia selama ini dikenal sebagai pemasok utama udang vaname dan windu

![bG9jYWw6Ly8vcHVibGlzaGVycy8yMjI2NjQvMjAyMjEwMjgxMzA2LW1haW4uanBlZw[1]](https://isiserver.com/wp-content/uploads/2025/10/bG9jYWw6Ly8vcHVibGlzaGVycy8yMjI2NjQvMjAyMjEwMjgxMzA2LW1haW4uanBlZw1-148x111.jpg)
![01h6we1f384vx7je4xpnm0y9aj[1]](https://isiserver.com/wp-content/uploads/2025/10/01h6we1f384vx7je4xpnm0y9aj1-148x111.jpg)
![FOA-05092025-2[1]](https://isiserver.com/wp-content/uploads/2025/10/FOA-05092025-21-148x111.png)
![bG9jYWw6Ly8vcHVibGlzaGVycy81MjY3ODgvMjAyNTEwMjMxOTI3LW1haW4uY3JvcHBlZF8xNzYxMjIyNDUzLndlYnA[1]](https://isiserver.com/wp-content/uploads/2025/10/bG9jYWw6Ly8vcHVibGlzaGVycy81MjY3ODgvMjAyNTEwMjMxOTI3LW1haW4uY3JvcHBlZF8xNzYxMjIyNDUzLndlYnA1-148x111.jpg)
![016323100_1744870287-2[1]](https://isiserver.com/wp-content/uploads/2025/10/016323100_1744870287-21-148x111.jpg)